Cieeee….. Sebenarnya sudah lama masalah ini-keini
berlalu, cinta yg tulus, yang membahagiakan seharusnya, menjadi semacam benalu
dalam benak orang tua kebanyakan menganggap cinta ‘anak – anak’ adalah masalah
remaja dan alhasil; mereka tak mengizinkan anaknya berpacaran – bahkan untuk
memikirkan cinta pun pacaran apalagi jodoh yang dianggap akan mengganggu
pelajaran yang katanya sih untuk masa depan sianak. Ya, padahal cinta juga masa
depan, bukan?
Halim dibesarkan
oleh keluarga yg broken, menganut
paham bahwa cinta tak mengenal harta, tahta juga usia. Cinta juga bisa bersarang
bagi umatNYA yg nelangsa dalam hidupnya, tak beruntung dalam setiap
tindakannya, ia jua akan mencintai dan dicintai, tanpa peduli dengan tiga itu-keituan
yg biasa menghalang-halangi cinta (harta, tahta juga usia). Sedangkan Ningsih,
seorang gadis yg baik dalam bibit, bebet maupun bobotnya, berada dalam keluarga
terpelajar membuatnya terkurung belenggu kepintarannya lalu menjadikannya bodoh
dalam urusan non-di-didik-an, sebab yg terdidik tau selalu orang tualah yg
benar, meski salah harus dibenarkan.
Terjalinlah
hubungan yg biasa bisa kalian bayangkan, itu-keitu membosankan diantara Halim
dan Ningsih. Terserah seperti apa yg kalian bayangkan tentang orang yg
berpacaran, seperti itulah Halim dan Ningsih. Bahagia-sebahagia biasa-biasa
saja. Menurutku. Namun tiap cerita cinta yg membosankan itu, biasanya ada aral
yang menghadang, termasuk kisah yang dijalani Halim dan Ningsih. Mereka
terhalang restu pada apa yg paling benar, didoktrin semenjak kita lahir; orang
tua. Seolah-olah, restu bagai momok untuk cinta, benalu bagi yg memiliki rasa
hingga menciptakan apa yg disebut ‘harus’ jika tak ingin di-cap durhaka.
Di akhir cerita,
seperti biasanya, karena mereka bukan tokoh utama dalam novel happy ending, mereka mengalah kalah oleh
kebodohan restu yang dipalang orang tua Ningsih. “dalam keluarga yang broken berarti
bukan keluarga yg baik-baik, sementara tahu itu bukan kebaikan bukankah
bijaksana untuk melupakan? Sebab cinta akan tumbuh dengan sendirinya saban
waktu saat kamu mencoba melupakannya” itu yang selalu didoktrin orang tuanya
si Ningsih padanya -semenjak tahu anaknya berhubungan dengan anak dari keluarga
broken. Dengan kalahnya mereka oleh
restu, dapat disimpulkan bahwa cinta yang semala ini Tuhan beri ke mereka hanya
sia-sia percuma, hampa tak berguna. (ciaelah..)
“Cinta dan atau jodoh itu rahasia Tuhan, kami
hanya bisa mengalah pada orang tua juga Tuhan” elak mereka, Salim dan
Ningsih saat teman temannya bertanya kenapa. Percayalah kawan, cinta itu memang
milikNYA dan dititip pakai pada kita untuk mencintaiNYA juga dia, sementara
jodoh yangorangbilangsudahdiaturTuhan itu sama saja dengan tak percaya pada
cinta itu sendiri; hanya akal bulus untuk menguatkan hati dari takdir ngeri.
Sebab dititipkan Tuhan cinta pada kita untuk kita pilih jodoh dan Tuhan-lah
yang akan menuntunya dengan doa hambanya yg tulus. Restu cinta hanya diminta
pada tuhan dalam ijab Kabul yang sah. Untuk menuju hal yang halal dan atau sah,
Tuhan beri cobaan pada tiap hati yang siap. Maka jadilah mereka jodoh yang
ditakdirkan.
Grrrrrr
Gimanayah,
gamblangnya gini aja, lu dikasi ama tuhan cinta, untuk lu gunain sebaik-baiknya,
seharusnya lu tuntun cinta lu, bukan cinta yg menuntunlu lalu lu pasrah kalah
gitu aja, kadang ada yg orang tua bilang gini “masih sekolah jangan pacaran, belajar yang baik supaca masa depan juga
baik” nah ini nih… yg orang tua kadang gak tau kalau cinta juga masa depan
dan kudu belajar sedari dini supaya gak salah pilih nanti. Orang tua bukannya
gak tau sih, yah mungkin hanya karena cemas jika cinta anak anak (cinta monyet) akan merusak tunjuk ajar
anak-anaknya. Mungkin. Tapi bilangin deh sama orang tua lu pada kalau cinta
juga menjadikan tunjuk ajar untuk anak menjadi hal yang lebih baik sebab cinta
adalah kebaikan jika dituntun dengan baik. Yah kalau gak digunain secara protap-nya,
obat untuk kesehatan aja bisa jadi benda paling haram di dunia; Narkoba.
Ah, sekian dulu
Salam buat yg
bekstrit.
NB: kalau gamampu lepas ajayak.